Minggu, 21 Maret 2010

Still in the cross roads

Seperti apa rasanya "menjilat ludah sendiri?"

(Btw, dont ever try with the real saliva, yuck!)

Yang terutama gw rasain adalah malu. Bukan malu sama orang lain, tapi lebih malu dengan diri sendiri. Malu karena dulu pernah berkata seperti itu dengan yakin tapi akhirnya mematahkan kata-kata itu sendiri (dengan sama yakinnya). Mungkin uda pernah beberapa kali kejadian, tapi yang paling berasa adalah yang terakhir. Dan itu masih menyangkut seputar kehidupan klinik gw, hehe.

Dari dulu sejak masih tingkat pertama kuliah s.ked, setiap kali ditanya mau ambil spesialis apa, gw pasti akan jawab dengan mantab: "spesialis syaraf!". Dimulai dari gw kelas 3 SMA saat melihat artikel di koran mengenai betapa baru sedikitnya spesialis syaraf di Indonesia dan ketika gw belajar neurologi -ternyata menarik - meskipun susah tapi amazing bgd untuk dipelajari (For me, brain and its connection are one the most wonderful things that God ever created). Oh iya, justru karena ga banyak orang yang bisa, gw semakin tertantang untuk masuk.

Kebalikannya, gw juga selalu bilang:
"Kalaupun bukan spesialis syaraf, setidaknya ada satu spesialis yang sudah gw black-list: Spesialis kulit kelamin." Alasannya juga hampir vice versa dengan alasan gw masuk neuro: ilmu kulit menurut gw ga menantang untuk dipelajari. Gitu-gitu aja (bukannya gw bilang gampang yaa, tapi dibandingkan neuro misalnya). Selain itu gw juga mikir buat apa gw susah2 kuliah di kedokteran, kalau akhirnya cuma ngobatin jerawat. Itu adalah stigma gw buat dokter kulit saat kuliah dulu. Well, gw akui, sempit banged pikiran gw saat itu.

Saat akhirnya gw rotasi di bagian syaraf (bulan Desember kemarin) - ternyata oh ternyata - gw sangat ga suka berada di sana. Bahkan di hari ketiga gw masuk bagian syaraf, gw langsung tau kalo niat gw untuk jadi spesialis syaraf - batal sudah. Agak susah menjelaskan dengan detil kenapa nya, tapi yang jelas gw ga enjoy dengan suasananya dan gw ga menikmati bertemu pasien yang kebanyakan sudah kronis, penuh dengan komplikasi dan kebanyakan dari mereka kalau bertanya apa penyakitnya bisa sembuh, akan sangat bohong kalau gw menjawab "iya". Alasan sederhana lain - gw ga tahan bau di bangsal rawat inap nya. 3 minggu masih oke, but for the rest of my life? no, thanks. I just realized at that time, I'm actually just not that into neuro.

Sebaliknya ketika gw masuk rotasi di kulkel, baru hari kedua gw di kulkel gw langsung pengen jadi spesialis kulkel. Sama seperti tadi,gw ga tau cara nulisinnya gimana, tapi yang jelas hal-hal seperti suasananya, saat nganamnesa pasien, kemudian ilmu nya dan semuanya membuat gw sangat suka di bagian ini. Dan trnyata stigma gw mang salah - ilmu kulkel itu luas - mulai dari AIDS, lepra, jerawat sampai alergi. Gw pikir dulu ngobatin penyakit kulit itu kurang helpful dan ga esensial - trnyata melihat pasien yang seneng karena keluhan kulitnya terobati - that's very enjoyable feeling.

Amazing. Ternyata gw lebih puas mengobati seseorang dengan jerawat tapi sembuh total - ketimbang mengobati pasien stroke namun ujungnya adalah pasien (meskipun hidup) cacat slama sisa hidupnya.

Satu hal utama lain kalo gw ambil spesialis kulkel: ga ada jaga dan ga ada gawat daruratnya. gw lebih bisa fleksibel nanti ketika ngatur waktu antara berumah tangga dan berkarir ketimbang gw ambil spesialis yang lebih sibuk kerjanya. Sesuka-suka nya gw dengan karir gw di kedokteran - apapun spesialisasi yang gw ambil nanti sebisa mungkin gw ga mau mengorbankan kewajiban gw nanti sebagai seorang istri dan ibu. Eventhough maybe I was born to be a doctor but I was born as a woman.

Tapi belajar dari pengalaman, dan dari nasihat mama ("Jalani aja dulu semuanya tia..."), gw ga mau terlalu yakin dengan keputusan gw soal ambil spesialis kulit ini. Let it be one of my option for now, not my destination.

Dan ternyata memang bener, sekarang gw lagi di bagian ilmu penyakit dalam, yang dari awal gw uda males-malesan masuk, tapi ternyata .... only God knows how I love being in this department. Ehehe. Bertambah lagi deh satu opsi :p

Terkadang gw berpikir, ketertarikan pada satu bagian tertentu itu ternyata hampir mirip dengan ketertarikan pada seseorang - ga bisa diprediksi, ga bisa ditebak, ga bisa dipaksa dan susah dijelaskan kenapa nya.

Masih ada 4 bagian kecil dan 3 bagian besar lagi untuk dijalani, we'll see - opsi itu akan bertambah lagi atau tidak.

This time I will shut my mouth and see where all those experiences in clinical rotation will lead me into =p

Tidak ada komentar: